Sedih rasanya, belum selesai juga orang-orang bodoh itu merusak Makassar. Berita resminya masih saya tunggu di televisi atau radio. Saya lihat di tv tadi berita yang dibahas masih seputar Iran, PBB, Amerika, dan seterusnya. Mungkin saya kurang pagi nontonnya.. 🙂
Informasi dari rekan sesama guru istri saya (mereka adalah guru-guru TK/SD saya ketika masih bersekolah di situ), semalam terjadi ‘sweeping’ yang menahan bukan saja orang chinese yang kemudian dipukuli (suami-istri, naik Karimun katanya), tapi juga sudah mulai mencari orang yang beragama Kristen. Seperti dugaan saya, isunya pasti akan bergeser ke Kristen dan agama. Mungkin sebentar lagi gereja akan jadi sasaran seperti 97 yang lalu. Atau mungkin tidak? Sebab biasanya gereja sudah dijagai oleh beberapa tentara. Entahlah. Kejadian tersebut berlangsung di depan mata ibu guru itu sendiri, sekitar pukul 18.30 atau 19.00 WITA kemarin, 10 Mei 2006, di daerah depan kampus salah satu universitas yang mahasiswanya berdemo.
Saat ini, suasana jalan sendiri cukup sepi, minimal di daerah tempat saya tinggal, yang kemarin dijagai oleh satu truk aparat polisi/brimob. Entah bagaimana ekonomi hari ini, sepertinya akan tutup toko lagi. Istri saya menyarankan agar saya tidak usah ke kantor, berhubung daerah kantor saya yang berada di daerah yang cukup dekat dengan lokasi demonstrasi. Bukan takut pada orang-orang di sana, tapi justru kengeriannya ada ketika dalam perjalanan ke dan dari sana.
Yang lain, informasi dari murid-murid sekolah, termasuk orang tua mereka. Banyak murid SD di mana istri saya mengajar tidak masuk sekolah hari ini. Katanya kemarin banyak yang rumahnya menjadi korban lemparan. Utamanya mereka yang tinggal di Jl. Veteran dan Jl. Dr. Ratulangi. Ternyata berita yang beredar kemarin tentang ada ‘beberapa’ rumah yang kena lempar, tidak sepenuhnya benar, ternyata ‘banyak sekali’ rumah yang kena lempar. Salah satu murid yang cukup dekat dengan istri saya menjadi korban dan menginformasikan/mengkonfirmasikan hal ini.
Lucu, dan mungkin anda sudah bosan dengan keluhan kami. Maaf kalau terkesan SARA juga, tapi begitu banyak orang pribumi dan/atau beragama Islam lain yang bertindak kriminal kepada orang-orang non-pribumi, bahkan kepada orang pribumi sendiri, mengapa tidak mendemo/menghina/memaki/mengancam/melempari/memukuli orang pribumi yang lain juga? Apa ini kalau bukan diskriminasi? rasisme?
Coba taruh diri anda dalam sepatu kami. Berpuluh ribu orang keturunan yang mencoba untuk beradaptasi dan menjadi Indonesia sesungguhnya, akankah semuanya sia-sia lagi? Entah apa lagi yang harus saya tulis, sebab dengan menulis seperti itu, terkesan sebelumnya kami ini bukan orang Indonesia, padahal kami lahir dan mati di negeri ini. Benar-benar mengesalkan.
Kalau pemerintah masih membiarkan tindakan-tindakan berbau diskriminasi seperti itu berlangsung terus, laporkan saja ke dunia internasional!
Pertanyaan yang sama yang terbersit dalam benakku, benak keluarga saya, dan juga teman-teman non-Chinese saya.
Mengapa sebuah kejadian (isu?) yang ‘umum’ terjadi, menjadi masalah besar? Mengapa pembunuhan terhadap kaum Chinese oleh orang pribumi, paling jauh menjadi berita di Buser dan sejenisnya, dan diberitakan sedikit di surat kabar? Pembunuhan dan (percobaan) perkosaan terhadap seorang mahasiswi Binus, tahun lalu, contohnya.
Untuk apa ada hukum, dan ‘menghidupi’ aparat hukum, jika yang berlaku adalah kekerasan dan hukum rimba?
Semoga saya dapat menyaksikan Indonesia tidak lagi mencekam, di mana pun itu, bagi siapa pun!
Hukum Indonesia sudah mati.. bisa hidup lagi? saya cenderung skeptis… hanya ada dalam khayalan…